![]() |
PMKRI Padang Mengecam Keras Intoleransi Terhadap Kebebasan Berkeyakinan |
Padang, prorakyatnews.id ------ Insiden penyerangan jemaat GKSI Anugrah Padang kembali menegaskan rapuhnya jaminan kebebasan beragama di ruang publik. Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Padang “Sanctus Anselmus” mengecam keras tindakan intoleransi disertai kekerasan yang terjadi pada Minggu sore (27/7/2025) di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang.
Insiden yang melibatkan sekelompok warga menyerang tempat ibadah Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugrah Padang ini dinilai sebagai pelanggaran terhadap hak konstitusional dan prinsip dasar kemanusiaan.
Ketua Presidium PMKRI Cabang Padang, Erguna Ginting, menyampaikan bahwa insiden tersebut tidak bisa dibenarkan dalam bentuk dan alasan apa pun, termasuk alasan administratif yang sering kali menjadi dalih untuk menutup atau menggagalkan peribadatan kelompok minoritas.
“Ini bukan sekadar soal izin. Ini adalah soal hak beribadah, soal kebebasan berkeyakinan yang dijamin oleh UUD 1945. Ketika sekelompok orang bisa dengan leluasa membubarkan ibadah dan menyerang anak-anak, maka kita sedang bicara tentang kemunduran moral dan hukum,” ujar Erguna.
Kronologi Kejadian. Berdasarkan keterangan warga dan dokumentasi yang beredar di media sosial, sekitar pukul 16.00 WIB, jemaat GKSI Anugrah Padang sedang melaksanakan ibadah rutin dan pendidikan agama Kristen untuk anak-anak di sebuah rumah doa. Tanpa peringatan, sekelompok massa datang membawa kayu, batu, dan senjata tajam, sambil meneriakkan "bubarkan!".
Mereka langsung merusak fasilitas ibadah: kursi dilempar, jendela pecah, mimbar dirusak. Beberapa anak yang ikut dalam pendidikan agama dilaporkan mengalami luka akibat serpihan kaca dan dorongan fisik. Kejadian ini memicu ketakutan di kalangan jemaat dan memantik reaksi luas di media.
PMKRI: Negara Tidak Boleh Bungkam
Menanggapi hal tersebut, PMKRI menyatakan lima poin sikap tegas:
1. Mengecam keras tindakan intoleransi dan kekerasan dalam bentuk apa pun
terhadap kelompok agama atau minoritas di Kota Padang.
2. Menuntut Pemerintah Kota Padang untuk tidak menormalisasi kejadian ini sebagai
insiden administratif belaka.
3. Mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku kekerasan demi
menjaga keadilan dan supremasi hukum.
4. Mendorong pemerintah daerah dan unsur Forkopimda untuk memperkuat regulasi
dan jaminan perlindungan atas kebebasan beragama.
5. Mengajak seluruh masyarakat Kota Padang untuk merawat semangat toleransi,
menghargai perbedaan, dan hidup berdampingan secara damai.
Konstitusi yang Dikhianati
Dalam pernyataannya, Erguna Ginting menegaskan bahwa pembiaran terhadap aksi seperti ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi negara.
“Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 secara eksplisit menyatakan bahwa Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Maka siapa pun yang mencoba menghalangi ibadah orang
lain, apalagi dengan kekerasan, telah melanggar hukum dan moral bangsa ini,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa diamnya masyarakat atau lambannya aparat dalam menangani kasus semacam ini hanya akan memperkuat budaya impunitas dan kekerasan terhadap minoritas.
“Hari ini kita diam, esok ketidakadilan akan menjadi norma. Kita semua harus bersuara,” tegasnya lagi.
Analisis: Kebebasan Beragama Masih Tertahan pada Tataran Wacana
Kejadian ini mencerminkan bahwa kebebasan beragama di Indonesia, khususnya bagi kelompok minoritas, masih sering kandas dilapangan. Rangkaian peristiwa intoleransi, baik dalam bentuk penolakan pendirian rumah ibadah, intimidasi, hingga kekerasan fisik, menunjukkan masih lemahnya peran negara dalam menjalankan mandat konstitusi.
Pengamat sosial keagamaan dari Universitas Negeri Padang, Dr. Anton Siregar, menilai bahwa pembiaran negara terhadap intoleransi hanya akan memperbesar jurang sosial antar kelompok dan memperkuat politik identitas.
“Jika kekerasan berlatar agama tak ditangani serius, maka dalam jangka panjang kita akan melihat fragmentasi sosial yang berbahaya. Kita butuh negara yang hadir dan berpihak pada keadilan,” katanya.
Penutup: Solidaritas dan Harapan untuk Padang yang Damai PMKRI Cabang Padang menyatakan solidaritas penuh kepada jemaat GKSI Anugrah Padang, khususnya para korban anak-anak yang mengalami trauma dan luka. Mereka menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan mendorong masyarakat luas untuk tidak terprovokasi namun tetap bersuara.
“Kita tidak bisa membiarkan Kota Padang menjadi tempat di mana warga hidup dalam ketakutan karena keyakinannya. Kota ini adalah rumah bersama, dan rumah bersama tidak boleh dikotori oleh kebencian dan kekerasan,” tutup Erguna.
Redaksi Catatan: Insiden ini bukan hanya soal satu rumah ibadah yang diserang. Ini adalah soal bagaimana negara — dan kita semua sebagai warga — menanggapi kebencian yang berusaha merusak tenun kebhinekaan. Saat satu ibadah dibubarkan, sejatinya kita semua yang terluka. ***** m. hidayat
Tidak ada komentar:
Write comment