OPINI
![]() |
OLEH : MARTONDI LUBIS, SH, M.Kn ( Managing Partner Law Firm LUBIS & BROTHERS dan Partner pada Law Office "ARTANA" dan aktif di beberapa Lembaga Bantuan Hukum di Jakarta, asal Pasbar.) |
Presiden telah menggelar karpet hukum untuk menyelamatkan hutan Indonesia lewat Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Ini bukan peraturan biasa. Ia adalah deklarasi perang terhadap pembangkangan hukum, perampasan ruang hidup rakyat, dan perusakan lingkungan yang selama ini seolah dibiarkan tumbuh dalam bayang-bayang kekuasaan dan pembiaran.
Namun pertanyaan krusialnya :
Apakah Kepala Daerah benar-benar bernyali untuk menegakkan Perpres ini di lapangan ?
Mari kita bicara Pasaman Barat, tanah kelahiran saya - yang sayangnya kini lebih sering masuk berita bukan karena sawahnya yang hijau atau budayanya yang elok, tetapi karena tambang - tambang ilegal yang merusak bukit dan perkebunan sawit yang menjalar liar hingga ke jantung kawasan hutan.
Kasus Nyata di Lapangan
Di Kecamatan Sungai Aur, Ranah Batahan dan Koto Balingka telah lama berdiri kegiatan penambangan emas ilegal yang tak hanya mencederai kawasan hutan lindung, tetapi juga mencemari sungai dan memicu konflik horizontal. Ironisnya, alat berat bekerja terang-terangan, sementara aparat dan pejabat seolah buta dan tuli.
Sementara itu, perkebunan kelapa sawit ilegal di sekitar Jorong Simpang Tigo dan Air Bangis bahkan sudah panen bertahun-tahun. Yang terbaru di daerah Jorong Pegambiran dan Jorong Rurapatontang (Tompat) sedang terjadi penghancuran kawasan hutan besar-besaran mencapai ratusan hektar oleh perusahaan yang diduga kuat ilegal, tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan di antara perusahaan itu tak satu pun pemiliknya bisa menunjukkan Izin Penggunaan Kawasan hutan (IPKH).
Beberapa perusahaan bahkan diduga kuat berada di bawah lindungan oknum elite lokal, memanfaatkan lemahnya penegakan hukum di daerah ini.
Apakah Perpres 5/2025 akan dijadikan oleh Pemda Pasbar sbg momentum harapan baru atau hanya formalitas belaka ?
Perpres ini membentuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang diketuai langsung oleh Presiden, melibatkan TNI, Polri, hingga BPKP.w Secara struktur, ini luar biasa kuat. Tapi kekuatan hukum hanya berguna wbila ada kemauan politik, nyali dan moral pemimpin.
Di Pasaman Barat, wPerpres ini seharusnya menjadi pedang tajam ŵyang menghentikan seluruh aktivitas ŵtambang dan perkebunan ilegal di ŵkawasan hutan. Tidak boleh ada kompromi wdalam bentuk pembiaran, pembenaran, apalagi legalisasi wpraktik-praktik haram demi stabilitas politik lokal atau alasan wekonomi semu.
Menagih Komitmen dan Tanggung Jawab Daerah
Gubernur, Bupati, Dinas Kehutanan, dan aparat penegak hukum di Sumatera Barat harus berhenti berpura-pura tidak tahu. Mereka harus menjadi ujung tombak implementasi perpres ini, bukan justru menjadi pelindung jaringan bisnis ilegal.
Sudah saatnya evaluasi menyeluruh dilakukan terhadap seluruh izin usaha perkebunan dan tambang di wilayah ini, serta melakukan moratorium terhadap ekspansi sawit dan tambang sampai ada kejelasan tata ruang berbasis hukum dan keberlanjutan.
Keadilan Ekologis dan Kepastian Hukum
Perpres 5/2025 hanya akan menjadi lembaran kertas jika tidak diiringi dengan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan pemulihan hak-hak masyarakat adat dan lokal yang tergusur akibat ekspansi usaha ilegal.
Pemerintah Daerah harus berani menegaskan bahwa kawasan hutan bukan untuk diperjualbelikan kepada korporasi rakus, melainkan untuk dijaga sebagai penyangga kehidupan. Bila Pemda Pasaman Barat tidak peka dan bertindak saat ini, maka rakyat akan terus merasa Pemda hanya tegas kepada yang lemah, dan tumpul terhadap yang kuat. ****
Tidak ada komentar:
Write comment